Sebuah desa dibayangan kita adalah sebuah tempat yang sejuk, penuh
dengan canda tawa, udara yang segar, dan kehidupan orang orang disana
penuh keakraban. Mungkin itulah gambaran sebagian besar orang orang
terhadap sebuah desa. Di Dunia ini terdapat bermacam macam desa yang
unik dan akan terasa aneh jika kita mengetahui bahwa ternyata di desa
tersebut tidak ada laki laki yang hidup di sana. Nah Lo, kenapa bisa?
berikut kami terangkan mengapa bisa terjadi seperti itu. Berikut desa unik tanpa pria satupun hanya khusus untuk wanita
Desa Tanpa Pria Noiva do Cordeiro Brazil
indahnya kota Noiva do Cordeiro memang tak dapat dipungkiri lagi.
Bukit-bukit yang terhampar dengan cantiknya, pepohonan yang tinggi serta
desiran angin yang sejuk membuat masyarakat tak ingin pergi dari kota
yang satu ini. Secara kasatmata, kota ini memang terlihat seperti kota
biasa. Namun siapa yang menyangka bahwa kota cantik ini ternyata hanya dihuni oleh wanita saja.
Noiva do Cordeiro dihuni oleh kurang lebih 600 orang wanita yang
berusia antara 20 hingga 35 tahun. Para pria tentu saja ingin
mengunjungi kota ini. Namun tak semudah itu, peraturan ketat pun mereka
buat agar para pria tak dapat dengan mudahnya dapat berkunjung ke kota
ini.
Sebenarnya, beberapa di antara mereka sudah berkeluarga. Mereka datang
ke kota ini hanya untuk bekerja sementara para suami dapat melepaskan
rasa kangen hanya di akhir pekan saja. "Kota ini sangat terorganisir
sangat baik. Para wanita mampu bekerja dengan sangat baik sehingga kota
kami selalu terlihat sejuk dan aman walaupun Anda harus berjalan di
malam hari. Dapat dikatakan, para wanita jauh lebih bertanggung jawab
dibandingkan kaum pria," ujar Rosalee Fernandes (49) salah seorang
penduduk di Noiva do Cordeiro. Para wanita pun saling bahu membahu satu
sama lain. Jika terjadi perselisihan, mereka dapat mengatasinya dengan
baik. Hidup dengan rukun sangat terlihat dari masyarakat Noiva do
Cordeiro.
Kota unik ini mulai didirikan pada akhir abad 19 oleh seorang wanita
bernama Maria Senhorinha de Lima. Saat itu, Maria dipaksa menikah oleh
orangtuanya dengan seorang pria. Karena dikucilkan akibat dicap sebagai
penzina, akhirnya pada tahun 1891 ia pergi ke suatu daerah. Kota yang
akhirnya ia beri nama Noiva do Cordeiro ini menjadi tempat tinggal Maria
bersama dengan para wanita lajang yang ia rangkul untuk hidup
bersamanya. Suatu ketika, ada seorang pria yang menikah dengan salah
satu masyarakat Noiva do Cordeiro. Pria tersebut selalu mengatur apa
yang harus dilakukan oleh istrinya. Ketika pria itu meninggal, para
perempuan di Noiva do Cordeiro memutuskan bahwa mereka tak lagi harus
menuruti semua perintah dari pria karena mereka dapat hidup dan
membangun kota tanpa bantuan pria.
Desa Tanpa Laki Laki Umoja Kenya
Seperti yang kita ketahui, yang namanya tempat pemukiman penduduk,
pastilah dihuni oleh penduduk dengan berbagai usia dan jenis kelamin.
Tapi tidak dengan desa kecil yang terletak di padang rumput Samburu,
utara Kenya ini. Penduduk di desa ini semuanya wanita. Bahkan pria
dilarang memasuki desa kecil ini. Komunitas yang diberi nama Umoja ini
dibuat oleh 15 wanita pada tahun 1990. 15 wanita ini adalah orang-orang
yang dulunya pernah diperkosa oleh tentara Inggris. Desa spesial ini
menawarkan perlindungan dan harapan untuk wanita yang telah mengalami
penganiayaan. Di tempat inilah para wanita mencari perlindungan dari
kekerasan yang mereka alami seperti perkosaan, pernikahan yang
dipaksakan, female genital mutilation atau mutilasi alat kelamin wanita,
serta kekerasan rumah tangga.
Seita Lengima, salah satu penduduk tertua di Umoja mengatakan bahwa di
luar komunitas tersebut, wanita dikekang dan diatur oleh pria sehingga
nasib para wanita tersebut tidak bisa berubah. Di Umoja, wanita punya
kebebasan mereka. Rebecca Lolosoli, salah satu pendiri Umoja ini pernah
sampai dirawat di rumah sakit setelah dianiaya oleh sekelompok pria
saat ia mengungkapkan ide untuk membuat komunitas wanita. Para pria
memukulinya untuk memberikan pelajaran karena berani bicara pada wanita
lain di desanya tentang hak mereka.
Meski begitu
jangan dikira para wanita yang berlindung di Umoja hanya sekedar
wanita yang mencari kebebasan. Bukan. Di sini mereka punya cerita masa
lalu menyakitkan yang sayangnya tidak didengar oleh para pria di tempat
tinggal mereka dulu. Salah satu contohnya adalah Mamusi, penyambut
tamu desa Umoja. Ia mengatakan bahwa dirinya ditukar dengan beberapa
ekor sapi oleh ayahnya saat masih berusia 11 tahun untuk dijadikan
istri bagi seorang pria berusia 57 tahun. Salah seorang wanita lainnya,
Jane yang berusia 38 tahun diperkosa oleh 3 orang pria. Saat itu ia
sedang menggembala kambing dan domba milik suaminya sambil membawa kayu
bakar. Tiba-tiba ia diserang oleh tiga orang pria yang kemudian
memperkosanya. Karena merasa malu dan terluka, ia tidak berani berkata
apa-apa. Namun saat suaminya mengetahui apa yang terjadi, Jane justru
dipukuli dengan tongkat oleh suaminya. Akhirnya ia membawa anaknya dan
pergi dari desa asalnya menuju Umoja.
Kabar tentang desa ini lama kelamaan semakin menyebar. Seita mengingat
bagaimana ia mendengar kabar tentang Umoja dari gosip yang beredar di
desanya. Ketika ia tiba di Umoja, ternyata situasi lebih baik dari yang
diharapkannya. Ia diberi seekor kambing, diberi air, dan mulai merasa
aman di sana. Saat ini, ada 47 wanita dan 200 anak-anak yang tinggal di
Umoja. Para wanita mendapatkan penghasilan dengan menyediakan kemah
bagi turis serta menjual perhiasan tradisional. Desa tersebut juga
memasang tarif yang kecil untuk turis yang ingin mengunjungi desa
mereka. Dengan penghasilan tersebut, para wanita di Umoja mampu bertahan
untuk beutuhan sehari-hari mereka.
Tidak hanya itu saja, para wanita di sini juga belajar banyak hal yang
biasanya dilarang dilakukan seperti bekerja dan menghasilkan uang
sendiri. Di Umoja, mereka bisa mendapatkan penghasilan mereka sendiri
dan saat turis membeli perhiasan yang mereka buat, para wanita tersebut
merasa sangat bangga. Hingga saat ini, usaha mendapatkan keadilan
terutama bagi mereka yang diperkosa oleh tentara asing tidak membuahkan
hasil. Namun bagi para wanita Umoja, hal yang terpenting bagi mereka
adalah memiliki tempat aman yang bisa mereka sebut rumah.
Desa Tanpa Cowok Sakakah Arab Saudi
![]() |
| ilustrasi wanita bercadar |
Desa kecil di pinggir Kota Sakakah, Provinsi al-Jawf, barat daya Arab
Saudi memang unik karena seluruh penduduknya perempuan. Hanya saja,
jangan bayangkan di pemukiman ini perempuan bebas sesuka hati melakukan
apa yang mereka mau. Baru-baru ini, pengurus desa itu malah mengeluarkan
larangan agar gadis-gadis tidak berpenampilan tomboi. Desa ini memang
kebanjiran perempuan dari kota lain di Saudi karena keunikannya yang
cuma berisi kaum hawa. Namun, penduduk asli mengaku tidak suka dengan
para pendatang membawa budaya asing seperti pakaian yang memperlihatkan
aurat serta musik-musik bising..
Berkebalikan dari bayangan para feminis, pemukiman itu bukan tempat
wanita mencari suaka di Saudi. Alasan penghuninya cuma kaum hawa, karena
ada pemisahan tegas antara hunian laki-laki dan perempuan di wilayah
al-Jawf yang sangat puritan dalam beragama. Pengurus desa mengeluarkan
ancaman bakal mengusir perempuan di desa itu yang tidak bersikap baik.
Sasaran awal mereka adalah gadis berpenampilan seperti lelaki atau
tomboi, serta yang memakai pakaian seronok. "Fenomena pendatang itu
tidak mencerminkan budaya asli di desa ini. Sehingga perlu bagi kita
buat membasminya," seperti tertulis di selebaran pengurus desa.
Ke depan, aturan di desa itu bakal semakin tegas. Pengunjung dari luar
daerah tidak boleh membawa kamera atau telepon seluler. Bukan hanya
gadis tomboi yang dianggap melawan tradisi. Perempuan dengan dandanan
'punk' juga bakal diharamkan. Bahkan, dewan adat lokal di Sakakah
bersiap melarang kaum hawa yang nyeleneh itu memasuki sekolah umum atau
universitas.



No comments:
Post a Comment